Tambang Emas Ilegal Cemari Sungai Melawi, Warga Tuding “AW” Jadi Cukong

 

















Kalbarsatu ||Melawi, Kalimantan Barat —Kegiatan tambang emas tanpa izin (PETI) kian meresahkan warga di sepanjang aliran Sungai Melawi, khususnya di wilayah Kecamatan Ella Hilir dan Nanga Pinoh. Sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat, kini berubah menjadi aliran keruh akibat limbah tambang yang dibuang sembarangan.

Puluhan lanting jek (alat tambang terapung) berjejer di atas sungai, mengandalkan mesin dompeng untuk menyedot material dari dasar sungai demi mendapatkan serpihan emas. Tak hanya mencemari air dan merusak habitat ikan, aktivitas ini juga berpotensi memicu longsor dan banjir saat musim hujan.

Warga menyebut, operasi tambang emas ilegal ini dilakukan secara terang-terangan tanpa pengawasan. Asap pekat dari mesin diesel mengepul setiap hari, sementara limbah lumpur hitam langsung dibuang ke sungai.

“AW” Diduga Jadi Aktor di Balik Tambang Ilegal dan penyuplai minyak dilanting-lanting tersebut


Beberapa sumber warga yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa tambang-tambang ini diduga dibiayai oleh seorang cukong berinisial “AW”, yang berdomisili di Kecamatan Ella Hilir. AW disebut sebagai penampung emas hasil tambang ilegal sekaligus pemasok logistik, bahan bakar, dan alat-alat tambang.

Yang mengejutkan, AW juga disebut memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Pers, menimbulkan dugaan bahwa identitas jurnalis digunakan untuk melindungi aktivitas ilegal ini dari sorotan hukum dan media.

Hal ini bukan menjadi rahasia umum lagi menurut beberapa sumber yang kita tanyai.

> “Mereka jalan terus karena ada yang backup. Mesin, solar, semuanya disiapkan oleh cukong itu,” ujar salah satu warga Desa Nusa Pandau.

Air Keruh, Hidup Warga Terancam

Kondisi Sungai Melawi kini semakin memprihatinkan. Warga yang bergantung pada air sungai untuk mandi, mencuci, dan memasak, mengeluh karena air sudah tidak layak pakai.

> “Airnya keruh, bau solar. Kami takut anak-anak sakit kalau mandi,” kata warga Desa Popai.

Kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal ini berdampak besar terhadap:

Pencemaran air sungai hingga tak layak konsumsi

Kerusakan ekosistem ikan dan biota sungai lainnya

Pengikisan dasar sungai yang rawan menyebabkan banjir dan longsor

APH Dinilai Abai, Kapolda Diminta Turun Tangan

Masyarakat mempertanyakan sikap Aparat Penegak Hukum (APH) yang dinilai membiarkan praktik ilegal ini terus berjalan. Padahal, Kapolda Kalimantan Barat sebelumnya telah menyatakan komitmennya untuk menindak tegas PETI di wilayah aliran sungai.

> “Sudah jelas melanggar hukum, tapi kenapa dibiarkan? Siapa yang bermain di balik ini?” keluh seorang tokoh masyarakat di Desa Lengkong Nyadom.


Landasan Hukum yang Dilanggar:

UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba – Pasal 158:

➤ Penambangan tanpa izin diancam penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup – Pasal 69:

➤ Pencemaran lingkungan diancam penjara hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar

PP No. 96 Tahun 2021 –

➤ Mengatur sanksi administratif dan pidana terhadap pertambangan ilegal

Harapan Warga: Hukum Harus Tegak, Sungai Harus Diselamatkan

Warga mendesak pemerintah daerah dan aparat hukum bertindak cepat dan tegas terhadap praktik tambang emas ilegal ini. Mereka tidak menolak pembangunan atau usaha, namun menolak keras jika lingkungan harus menjadi korban.


> “Kami ingin sungai ini bersih lagi. Jangan sampai rusak semua karena emas,” ujar warga Desa Popai.


(Tim Red)